Kenali kami

Tujuan kami adalah memberikan pendidikan dan pelatihan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan di Pulau Nias, sehingga mereka dapat hidup secara mandiri.
Kami membayangkan masa depan di mana mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dengan martabat dan kesetaraan. Untuk mencapai hal ini, kami menyediakan pendidikan formal dan inklusif, pelatihan vokasi dan berbasis komunitas, serta pengembangan keterampilan teknis dan non-teknis. Melalui upaya ini, kami memberdayakan orang-orang dengan gangguan penglihatan di Nias untuk mengakses pekerjaan, berpartisipasi sepenuhnya dalam masyarakat, dan hidup setara dengan komunitas.

Sejarah kami

Melihat bahwa sejak puluhan tahun yang lalu hingga saat ini, tidak sedikit siswa disabilitas sensorik netra dari Kepulauan Nias mengikuti pendidikan dan pelatihan pada Sekolah Luar Biasa Bagian A (SLB-A)) di Tanjung Morawa maupun di sekitar kota Medan.

Disamping itu, menurut estimasi data dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2017, terdapat 1,5% penyandang disabilitas sensorik netra dari populasi di Indonesia. Jika pada tahun 2021, dimana tingkat kesehatan penduduk semakin baik, maka estimasi jumlah penyandang disabilitas sensorik netra di Indonesia tidak kurang dari 0,5% dari populasi penduduk. Dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000, maka kemungkinan besar terdapat minimal 5.000 orang penyandang disabilitas sensorik netra di seluruh Kepulauan Nias dengan luas 5.625 km².

Data ini menyadarkan kita untuk membuka pelayanan pendidikan dan pelatihan bagi disabilitas sensorik netra di Kepulauan Nias oleh satu lembaga bernama HIMPUNAN ONONIHA PEDULI DISABILITAS NETRA ( ONIPEDISTRA), yang beralamat di Jalan Laria, Desa Bawodesolo, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, Kota Gunungsitoli.

Latar Belakang
Pendirian dan Peresmian

Onipedistra didirikan dengan Akte Notaris No. 39 Tanggal 18 September 2021 dengan Pengesahan dari KEMENHUMKAM dengan Nomor AHU-0003658.AH.01.07.Tahun 2023. Pelayanan Onipedistra dimulai sejak Agustus 2023, dengan jumlah siswa sebanyak 6 (enam) orang dan diresmikan pada tanggal 24 November 2023, dengan jumlah siswa pada saat diresmikan sebanyak 11 (sebelas) orang.

Para pendiri

1. Yunius Larosa – merangkap sebagai Ketua

2. Jabes Silaban – merangkap sebagai Sekretaris

3. Iwaris Harefa, S.H., M.Kn – merangkap sebagai Bendahara

4. Arozato Harefa – merangkap sebagai Penasehat

Agreys memperlihatkan kepada kita sekolah Onipedistra

Pengantar dari Ketua Onipedistra
Bapak Yunius Larosa

Onipedistra mulai beroperasi sejak Agustus 2023 dan diresmikan pada tanggal 24 November 2023.

Sebuah catatan dari Bapak Silaban

Saya Jabes Silaban, 62 tahun. Saya bekerja di YAPENTRA, sebuah sekolah khusus tunanetra di Tanjung Morawa, sejak tahun 1993 hingga 2022. Saya bekerja sebagai tenaga administrasi dari tahun 1993 hingga 2015, dan sebagai direktur dari tahun 2015 hingga 2022.

Selama saya bekerja di YAPENTRA, terdapat 15 hingga 17 siswa yang datang dari Kepulauan Nias untuk belajar di YAPENTRA. Oleh karena itu, saya mengusulkan kepada Hildesheimer Blind Mission (HBM) di Jerman untuk membuka sekolah khusus tunanetra di Pulau Nias guna mengurangi jumlah siswa dari Kepulauan Nias yang menyeberangi laut untuk belajar di YAPENTRA, dan HBM menyetujui proyek ini. Akta notaris diterbitkan pada tahun 2021 dan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2023.

Onipedistra di Kepulauan Nias

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau (besar dan kecil), membentang dari Sabang (Aceh di Bagian Barat Indonesia) hingga Merauke (Papua di Bagian Timur Indonesia), didiami oleh berbagai suku. Kepulauan Nias berjarak sekitar 85 mil dari Pelabuhan Sibolga di Pulau Sumatera. Kepulauan Nias berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di Bagian Utara, Pulau Mursala di Bagian Timur, Pulau Mentawai di Bagian Selatan, dan Samudra Indonesia di Bagian Barat, sehingga menjadikan Pulau Nias salah satu wilayah terluar Indonesia..

Salah satu pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Pulau Nias, yang dihuni oleh lebih dari 1.000.000 penduduk, mayoritas adalah suku Nias, sebagian besar hidup sebagai petani karet, kelapa, jagung, sawah, dan kopi, serta sebagai nelayan, wiraswasta, dan profesi lainnya. Sementara suku pendatang lainnya: Batak yang berprofesi sebagai pegawai negeri (guru, polisi, atau tentara), Padang yang berprofesi sebagai pedagang emas, restoran, dan toko kelontong, serta Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha.

Sebagian besar penduduknya beragama Kristen. Terdapat banyak denominasi gereja di Nias: BNKP, AMIN, ONKP, HKBP, GNKP, GKPI, dan lainnya.

Pulau Nias
Jumlah Penyandang Tunanetra di Kepulauan Nias

Sejak puluhan tahun lalu, terdapat 15-18 siswa tunanetra dari Kepulauan Nias yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan di YAPENTRA (Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera) di Tanjung Morawa dan sekolah sejenis lainnya di sekitar Medan. Meskipun jarak antara Gunungsitoli dan Medan tidak terlalu jauh, hanya sekitar 280 kilometer, namun kita membutuhkan biaya transportasi dan waktu yang lama untuk menyeberangi laut. Selain itu, orang tua memiliki waktu dan biaya yang terbatas untuk mengunjungi anak-anak mereka, para siswa juga harus merasakan kelelahan perjalanan untuk menikmati liburan di desa mereka selama liburan sekolah.

Menurut data estimasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2017, terdapat 1,5% penyandang tunanetra dari populasi di Indonesia. Sementara pada tahun 2021, di mana tingkat kesehatan semakin membaik, maka estimasi jumlah penyandang tunanetra di Indonesia tidak kurang dari 0,5% dari populasi saat ini. Dengan populasi sekitar lebih dari 1.000.000 jiwa di Kepulauan Nias, setidaknya terdapat 5.000 jiwa penyandang tunanetra di Kepulauan Nias dengan luas wilayah 5.625 km².

Kepulauan Nias tergolong pulau tertinggal yang membuat penduduk setempat tertinggal dalam bidang pembangunan dan pendidikan. Banyak jalan dan bangunan sekolah yang tidak layak huni. Ada petani dan pedagang yang hidupnya sangat sederhana karena semua hasil bumi harus dijual melalui laut, sehingga harganya sangat rendah karena biaya transportasi laut.

Kepulauan Nias memiliki sumber daya alam yang cukup namun belum ada perusahaan seperti pabrik pengolahan hasil bumi dan juga tidak banyak perusahaan yang menampung tenaga kerja. Potensi lautnya juga sangat kaya tetapi belum dimaksimalkan dalam pengolahannya.

Masyarakat Nias sangat kental dengan adat istiadatnya.

Mata Pencaharian
Kondisi Anak-anak dan Remaja Tunanetra di Pulau Nias

Kita dapat menemukan beberapa remaja tunanetra hanya tinggal di rumah, tanpa aktivitas seharihari selain duduk, makan, dan mandi. Mereka hidup sangat sederhana. Makan pisang rebus untuk sarapan dan makan malam, makan nasi sekali sehari untuk makan siang karena mereka tidak punya cukup uang untuk membeli beras sebagai makanan utama.

Kami pernah bertemu Fransiskus Zebua, 25 tahun, seorang remaja tunanetra yang hanya tinggal di rumah, tanpa aktivitas apa pun. Ia sekarang menjadi salah satu siswa ONI PEDISTRA.

Anak-anak yang tidak bersekolah tetapi hanya tinggal di rumah. Beberapa disembunyikan karena dianggap aib. Orang tua malu membawa anak-anak keluar rumah.

Mari kita dukung Onipedistra (Ono Niha Peduli Disabilitas Netra) menjadi sekolah andalan bagi para tuna netra di Pulau Nias.

Dukung Onipedistra — memberdayakan anak-anak tunanetra di Nias untuk hidup dan belajar dengan martabat!